BMKG Dorong Ahli Konstruksi Indonesia Mitigasi Ancaman Gempa Bumi dan Tsunami Artikel ini telah dit

SHARE

JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ), Dwikorita Karnawati
mendorong para ahli konstruksi berperan aktif dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi dan
tsunami. Menurut Dwikorita, banyaknya korban berjatuhan saat gempa bumi adalah akibat struktur
bangunan yang tidak tahan gempa.
"Bukan gempa bumi yang mengakibatkan korban jiwa maupun luka-luka dalam setiap kejadian, tapi
akibat tertimpa bangunan," kata Dwikorita dalam webinar yang diselenggarakan Himpunan Ahli
Konstruksi Indonesia, dikutip, Minggu (30/1/2022).

Dwikorita mengatakan, dinamika kegempaan yang tidak menentu, ditambah dengan tata ruang,
penataan kawasan lingkungan permukiman yang tidak dirancang dengan baik dan adaptif terhadap
bencana dapat semakin memperburuk akibat yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Hal ini akan
berdampak lebih buruk lagi jika masyarakat tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk
mengatisipasi dan menghadapi bencana.

Contohnya, kata Dwikorita, adalah saat gempa magnitudo (M) 6,6 di Kabupaten Pandeglang, Banten
yang terjadi 14 Januari 2022. Dalam gempa tersebut, terjadi kepanikan masyarakat dan kerusakan
bangunan yang cukup parah. Realitas tersebut berarti Indonesia memang belum siap manakala
gempa besar sewaktu-waktu mengguncang.

Gambaran sikap panik, lanjut Dwikorita, membawa pesan tersendiri, khususnya bagi para
stakeholder, para asosiasi profesi bangunan, dan kementerian/lembaga terkait. Perlu pemahaman
kewilayahan, terutama yang berpotensi menjadi wilayah terdampak, diikuti dengan perencanaan dan
konsep pembangunan yang sudah memperhitungkan risiko potensi dampak akibat bahaya gempa

"Hasil kajian BMKG, selain karena lokasi yang berada di atas lapisan tanah dengan klasifikasi jenis
tanah lunak (SE) juga karena konstruksi bangunan yang tidak memenuhi standar tahan gempa,"
ujarnya.

Dwikorita menyebut, gempa Banten sebagai alarm, sehingga usaha kewaspadaan, kesiapsiagaan,
dan mitigasi secara struktural maupun kultural terhadap bencana gempabumi dan tsunami perlu terus
ditingkatkan. Partisipasi aktif dari kelima unsur pentahelix (pemerintah, akademisi, pihak
swasta/industri, komunitas, dan media), kata dia, menjadi kunci dalam manajemen bencana di
Indonesia.

Maka dari itu, tambah Dwikorita, HAKI sebagai organisasi yang menaungi para ahli konstruksi
Indonesia diharapkan turut menyelesaikan berbagai persoalan tersebut. Menurutnya, perlu dibangun
pemahaman kembali bagaimana perlunya memperketat penerapan peraturan pembangunan
bangunan tahan gempa di wilayah atau zona yang berpotensi terdampak akibat aktivitas suatu
sumber kegempaan.

"Saya berharap HAKI bisa turut bersinergi dan berkolaborasi memberikan rekomendasi-rekomendasi
positif kepada pemerintah daerah, sehingga bisa dapat segera diintegrasikan dalam kebijakankebijakan konkret. Sebab, langkah dan sistem mitigasi kebencanaan menjadi wewenang dan
tanggung jawab pemerintah daerah/kota sesuai Permendagri No 101 Tahun 2018," katanya. (sumber:sindonews.com)